BUNGA BANGSAKU

The World Explorer

KISAH NABI SULAIMAN AS TERBANG KE LANGIT DAN KE ‘ALAM JIN!

Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Dawud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman’”. (QS An-Naml (27): 15).
Nabi Sulaiman AS adalah seorang nabi yang kehidupannya banyak diliputi oleh keajaiban-keajaiban. Dari mulai pengalaman mistisnya hingga kepemilikan kekayaan duniawinya begitu mencengangkan siapapun. Tentunya sebagai seorang nabi, itu semua adalah karena mukjizat yang datang dari Allah SWT semata untuk membuktikan kebenaran kenabiannya, yang memang kondisi pada jaman itu menghendaki seorang nabi memiliki keajaiban-kejaiban sedemikian. Berikut ini kisahnya ketika Nabi Sulaiman AS diajak oleh seorang Raja Jin untuk mengelilingi langit dan ‘alam jin.
Sejak kecil Nabi Sulaiman AS telah diperkenalkan kepada ‘alam-’alam lain selain dari ‘alam ini (‘alam ghaib). Tersebutlah kisahnya ketika ibunda Nabi Sulaiman AS yang memiliki kenalan seorang raja jin yang bernama Thoyib, mengajukan suatu keinginan kepadanya: “Wahai Raja Thoyib (jin), mengapa anakku, Sulaiman, kau diamkan saja. Ajaklah ia berkeliling-keliling untuk bertamasya melihat-lihat ke pulau-pulau yang ghaib-ghaib, agar ia tahu ‘alam yang halus-halus di seluruh samudera dan di seluruh gunung yang penuh dengan keindahan dan penuh dengan keajaiban jika dilihat oleh mata manusia biasa!”.
Hal itu disebabkan karena Nabi Sulaiman AS, meskipun dia masih remaja, akan tetapi sudah diangkat menjadi seorang raja. Tamu-tamu banyak berdatangan ke istananya. Ibunya khawatir menyaksikan Nabi Sulaiman AS kecapaian menghadapi tamu-tamu yang datang silih berganti itu. Agar anaknya dapat melepaskan sejenak kejenuhan kesehariannya, maka sang ibunda meminta Raja Thoyib (raja jin) untuk bertamasya ke ‘alam jin dan ke langit (luar angkasa).
Raja Thoyib menjawab kepada ibunda Nabi Sulaiman AS: “Apa yang menjadi kehendak Sang Puteri akan saya laksanakan”. Raja Thoyib pun akan mengajak Nabi Sulaiman untuk bertamasya ke ‘alam jin dan ke langit (luar angkasa).
JIN!
JIN! 
Mulailah Nabi Sulaiman AS berangkat bersama Raja Thoyib ke ‘alam ghaib dengan menunggang kereta kuda singgasana yang besar yang terbuat dari kaca yang bening seperti gelas, bercahaya gemerlapan dari kilaunya komala yang indah. Bagian depannya dilapis emas yang bercahaya pula. Melesatlah kereta kencana Nabi Sulaiman AS bersama jin kenalan ibundanya, Raja Thoyib, ke angkasa. Apabila dilakukan oleh manusia biasa, perjalanan itu menghabiskan waktu 300 tahun perjalanan, namun oleh mereka hanya dalam sekejap saja.
Tempat yang pertama didatangi adalah hamparan samudera lautan yang biru bergantung di sebelah atas, terdapat pula gunung-gunungnya yang membiru. Nabi Sulaiman AS pun berucap syukur ke hadirat Allah SWT atas kebesaran ‘alam yang dilihatnya. Ada pula laut yang berwarna kuning, bergelombang, berombak; ada juga lautan seperti emas bercahaya. Nabi Sulaiman AS pun keheranan, serta bertanya kepada Raja Thoyib: “Paman Raja, laut apakah itu yang senantiasa bercahaya?”
Raja Thoyib menjawab:
“Itulah asal muasal segala kencana dari kencana yang telah diciptakan sebagai keraton Banujin tatkala itu. Dinamakan dengan Sayhub. Adapun yang senantiasa bergerak-gerak putih bercahaya gemilang itu disebut dengan Samudera Kisthi, ialah asal-mula perak. Tetapi emas dan perak yang ada di dunia bukanlah berasal dari sini. Mereka itu bukan dari bumi. la adalah emas dan perak milik setan Sunu atau anak setan yang sekarang berdiam di tempat itu.
Samudera jin itu kelihatan begitu bening. Cahayanya berkilauan dan mengeluarkan bau harum. Terletak dekat Samudera Bubur Kemenyan. Tempat yang lainnya lagi adalah “Telaga Kastu”, beningnya bagaikan beningnya kaca; wangi baunya semerbak di sekitarnya. Ada lagi Samudera Kembang di dekat tempat itu. Di dalam samudera ini merupakan tempat berkumpulnya kembang-kembangan dengan bunga-bunganya yang beraneka ragam, beserta kumbang-kumbangnya.
Tempat itu semua merupakan sarana atau tempat jin dan syaitan untuk mengambil bahan-bahan wewangian, dan apabila Tuhan berkehendak akan menyiramkan sari-sari bunga. Seperti hujan air mawar misalnya, airnya itu akan diambil dari sana, jadi merupakan persedian untuk hal itu.
Kemudian terlihat pula ada gunung-gunung ratna, gunung suwasa, gunung biduri, gunung angkik berhadapan dengan gunung belerang merah. Gunung kaca gemilang berkilap jernih. Itu adalah kaca cermin ketika terjadi, apabila terdapat bintang mendekatinya maka akan menjadi hancur. Apabila kelihatan dari dunia (‘alam manusia), benda itu akan memancar dan disebutnya dengan teja sulaksa.
KOMET TERCIPTA KARENA GUNUNG RUMPUT AND KEMENYAN TERBAKAR OLEH BINTANG DI LANGIT!
KOMET TERCIPTA KARENA GUNUNG RUMPUT AND KEMENYAN TERBAKAR OLEH BINTANG DI LANGIT!
Terlihat lagi sekelebat gunung baja, dan gunung batu berhadapan dengan kemenyan serta gunung rumput bertebaran amat sangat luasnya. Gunung rumput itu apabila sewaktu-waktu ada bintang berputar mendekati ia akan terbakar. Dengan terbakarnya rumput-rumput itu maka menimbulkan kepulan-kepulan asap. Dan apabila rumput habis terbakar maka asap pun akan berhenti pula. Nah, menurut manusia, peristiwa semacam ini terkenal dengan sebutan ‘Bintang Kukus’ atau ‘Bintang Berekor (Komet)’ , karena tentu saja mereka melihatnya dari jarak jauh”.
Kemudian sekelebatan lagi melihat gunung timah, gunung tembaga, dan yang paling ujung kelihatan gunung mega, apabila didekati akan kelihatan hujan. Dan apabila tersibak oleh cahaya matahari akan menimbulkan pelangi yang indah sekali.
PELANGI!
PELANGI!
Raja Thoyib (raja jin) berkata:
“Manusia di dunia menamakannya juga dengan pelangi atau bianglala. Sesungguhnya timbulnya bianglala ini disebabkan dari air hujan yang terbias oleh cahaya matahari, itulah maka timbul pelangi, apabila mendungnya itu luas, maka akan kelihatan pelanginya itu melengkung mengikuti biasan cahaya mataharinya”.
Perjalanan mereka dilanjutkan kembali. Lalu ada lagi yang terlihat, yaitu gunung sinar. Sinarnya begitu dingin. Bertumpuk-tumpuk seraya berkerlap-kerlip; terang redup-terang redup. Ada lagi terlihat gunung embun. Airnya sangat dingin. Berhadapan dengan gunung api dan gunung bara. Di antara keduanya terdapat gunung belerang. Di sana keluar minyak yang meleleh.
Raja Thoyib berkata:
“Itulah sesungguhnya (gunung embun) yang memberi embun kepada dunia. Dan apabila Ilahi berkehendak, akan hujan-lah api serta bara kepada yang telah dikehendaki Ilahi agar dilakanat-Nya. Itulah sebagai persediaannya dan sewaktu-waktu, saat-saat rembulan dekat melewatinya, asap belerang itu akan meleleh deras panas serta tinggi daya kekuatannya. Apabila jatuh ke dunia, misalnya, jatuhnya di gunung atau di lautan, suaranya bergemuruh terdengar oleh manusia. Manusia yang tidak menemui akalnya akan menamainya dengan ‘andaru’ jatuh”.
Nabi Sulaiman AS tertawa lucu seraya berkata: “Yah, memang jauh sekali dari kebenarannya. Manusia di dunia banyak sekali salah terka”.
Dalam perjalanan berikutnya, terlihat pula telaga susu. Di ujungnya kelihatan mengental. Sang Nabi pun bertanya: “Pamanku yang mulia, apakah itu sebenarnya? Lautan itu kelihatan amatlah sangat putih?”. Lalu Raja Thoyib menjawab:
“Itu adalah samudera hayat. Kelak samudera hayat inilah yang akan menghujani tempat manusia-manusia yang telah mati, dan akan bangun hidup kembali. Peristiwa itu adalah kelak setelah hancurnya dunia (kiamat). Manusia menyebutnya dengan putih-putihnya langit dan kelihatan pada malam hari apabila cuaca terang dan bintang bergemerlapan. Mereka biasa mengatakannya dengan ‘kayu rapuk’.
Manusia hanya beraninya mengira-ngira saja, sebab mereka tidak tahu sendiri”.
Mendengar pernyataan tersebut, maka Nabi Sulaiman AS pun tersenyum. Kemudian terlihatlah di sebelah kanan ada lautan lagi yang melebihi hitamnya warna hitam. Begitu pekatnya terlihat. Raja Thoyib menerangkan: “Lautan yang hitam airnya itu disebabkan terhalang oleh bayangan ikan Kuthil Bahmut. Ikan Kuthil Bahmut adalah merupakan ikat pinggang bumi dan langit”.
Ada lagi samudera yang berwarna merah dan mendidih. Samudera ini adalah berisi air darah. Ada pula samudera yang penuh dengan marjan, mutiara, dan akar bakar. Ada samudera yang tidak berisi air, melainkan cuma pasir belaka. Terdapat pula lautan biji-bijian, biji sawi, biji lada dan cabai. Di tempat itu biasa digunakan oleh jin dan syaitan mengambil bumbu-bumbuan. Ada juga lautan mustika putih dan buah majakan akar delima yang digunakan sebagai tempat jin dan syaitan biasa mencari kebutuhan akan rasa sepet.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali lagi; lebih tinggi. Berkilat-kilatan bagaikan petir. Hingga sampailah di sebuah pulau. Mereka mendatangi kaki gunung Jabal Qaf’ yang begitu indahnya. Rumah-rumahnya terbuat dari emas, begitu pula lembah-lembahnya. Jalan-jalannya terbuat dari emas; serba lebar dan bersih mengkilat. Menur dan intan di sepanjang jalan, pakajah jumanten, kerikil mirah dan mirah wulung. Gunung dan emas suasa. Angin mengalir semilir mewangi. Hujannya pun adalah air mawar yang begitu wangi. Air sungainya juga beraneka ragam warnanya Dengan ikan-ikannya yang aneh. Berbadan emas, bersisik kencana, beludru, halus, dan sebagainya.
Rajanya memiliki bala tentaranya yang sangat banyak. Mereka adalah dari bangsa makhluk halus. Seluruhnya berkudrat penuh kesaktian. Perumahannya pun menggantung di udara. Di bawah dan di atasnya memancar cahaya bagaikan bintang-bintang berkelipan. Bergerak dari bawah ke atas berurut.
Nabi Sulaiman AS begitu takjub menyaksikan keajaiban tersebut. Menurut keterangan dari Raja Thoyib, itu adalah negara Umared, negeri Buneja Wartaka. Rajanya bernama Sultan Nar Kurera.
Perjalanan dilanjutkan ke arah yang lebih jauh. Segera mereka mendapati sebuah hamparan luas bagaikan kilatan sutera dewangga yang temaram yang warnanya tak pernah luntur Nabi Sulaiman as pun bertanya: “Wahai Paman jin, tirai sutera apakah itu sesungguhnya? Bagaimana pula cerita asal-mulanya itu?”.
Raja Thoyib, jin, menjawab:
“Itu adalah batas dari keraton Saridatulu yang agung itu. Itu adalah sorga dari Sultan Nar Kurera dengan dibatasi oleh tirai-tirai yang indah itu. Selamanya tirai itu tak akan rusak dan luntur. Selamanya memiliki keajaiban. Kesaktiannya adalah seluruh syaitan tidak akan bisa memasuki ke dalam batas dari padang indah itu. Apabila ada syaitan yang memaksa ingin memasukinya, maka syaitan akan termakan api dan hancur lebur-lah ia menjadi debu, tetapi masya Allah, memang serba ghaib, apabila debu-debu itu telah menjauh lagi dari tempat tirai itu, maka kembalilah syaitan itu hidup selamat kembali seperti semula.
Seluruh ‘alam yang ada di sana adalah sama, ialah menuju ke tempat sorga dari keraton agung tersebut. Dan Anda ketahuilah, terlebih-lebih akan serba ghaibnya di dalam sana, disebutnya sebagai tempat sorga, tetapi anehnya apa-apa yang ada di sana serba bergelantungan tanpa gagang.
Dan ketahuilah pula bahwa mereka bergerak dan berusik bagaikan manusia. Apabila mereka itu dipanggil, maka akan mendekat dan apabila disuruh pergi mereka akan pulang menjauhi, dan semuanya berjalan. Dan ketahuilah, mesjid-mesjid yang berdatangan di ‘Arsy juga akan demikian halnya. Perumahannya juga akan demikian. Apabila diperintahkan untuk pergi, maka ia akan bergerak bergeser menjauh, bahkan gunung-gunungnya, apabila diperintahkan berjalan, bergeraklah mereka. Begitu pula pepohonan, kolam-kolam, tembok tembok batas akan dapat berjalan. Diajak berbicara pun akan melayani. Seluruh isinya yang ada di sana bisa berkata-kata. Apabila ditanya, mereka akan menjawab”.
Nabi Sulaiman AS bergumam di dalam hati: “Aku baru menemui hal-ihwal demikian. Kekayaannya tanpa tanding Serba ada, Raja Nur Kurera itu”.
Bahkan makanan dan minuman apapun yang telah masuk ke dalam perut, bisa muncul kembali. Ada pula tulang-belulang burung yang dapat hidup kembali. Lalu terdapat duri-duri ikan yang ketika dibuang ke air, tiba-tiba kembali hidup. Seluruh buah-buahan bergantungan pada tangkai dahannya. Dapat diperoleh cukup, dengan melambai-lambaikan tangan, maka mereka akan mendekat.
Yang aneh lagi, setelah dipetik, pada dahan itu akan segera tumbuh buah yang sama. Tidak ada pergantian musim, tanpa ada musim penghujan, kemarau, dan sejenisnya. Itulah kudrat (kuasa) Ilahi Yang Mahakuasa.
Di kesempatan berikutnya, Raja Thoyib, jin, mengajak Nabi Sulaiman AS untuk berjalan-jalan ke sebuah tempat pemandian. Begitu indah rupanya. Telaga yang sangat luasnya. Airnya jernih bercahaya. Dari dasar telaga itu berkilauan yang berasal dari pancaran intan komala. Bertenda sutera dewangga berwarna biru laut sangat indahnya. Ciduk tempat mengambil airnya terbuat dari jumanten mulia.
Makhluk-makhluk di tempat ini diberi kelebihan oleh Allah SWT, yakni dapat berganti rupa. Seperti kelebihannya dari para malaikat. Pernah Nabi Sulaiman AS mengambil sejumput emas, lalu dibuangnya. Teryata emas itu merupakan penjelmaan seorang makhluk, dikarenakan begitu kuatnya ia melakukan tapa. la suci dan bisa menjadi apa pun yang bisa dilihat dan tampak di kejauhan bagaikan bintang dekat, namun tidak kena dicapai oleh kegelapan malam, dia, karena kuat bertapanya, maka menjadi sangat lurus sekali dan waspada, dia pun mampu memperoleh ilham dari Allah mampu mengetahui apa yang bakalan terjadi di dunia sebelum terjadinya.
Ketika berpapasan lagi, ia telah menjelma sebagai seorang Panembahan bangsa Banujan yang tidak terkena mati melainkan nanti apabila hari kiamat. Namun, di hari akhirat kelak, ia akan ditakdirkan tidak bisa merasakan kehangatannya seorang lelaki.
LANGIT!
LANGIT!
Kini, Raja Thoyib dan Nabi Sulaiaman AS tengah menuju ke puncak bukit Jabal Qaf. Di tempat ini, penuh dengan bebatuan jumanten mulia yang menyorot mengkilat. Raja Thoyib berucap kepada Nabi Sulaiman AS:
“Hai Nabi Sulaiman, ketahuilah itu! Biru-biru di angkasa yang terlihat dari bumi kita itu dan lautan-lautan yang ada di angkasa membiru itu adalah sorotnya Jabal Qaf. Kini telah kelihatan di sebelah kiri kanan di bawah dan di atas jagat raya ini, bumi pun telah kelihatan ada dalam ruang lingkup Jabal Qaf ini bagaikan sebuah piring terletak di atas meja”.
Di puncak bukit ini mereka dapat melihat bulan dan matahari yang berada di bawah Jabal Qaf. Bila menengadah ke atas terlihat benda-benda bergemerlapan, banyak matahari, bahkan sangat-sangat banyak bulan, demikian pula bintang-bintangnya tidak terbilang banyaknya. Ternyata menurut jin itu, Raja Thoyib, itu adalah bayangan pantulan benda-benda ‘Arsy Allah dan serba bercahaya.
Mereka berdua didatangi oleh seorang raja makhluk banujan, saking hormatnya kepada Nabi Sulaiman AS. Seluruh bangsa Banujan takluk kepada Nabi Sulaiman AS. Nabi Sulaiman AS dan Raja Thoyib diiring menuju ke Keraton Ajrak dengan iring-iringan yang sangat fantastis. Keraton Ajrak begitu indahnya; melebihi keindahan yang pernah dilihat sebelumnya. Disuguhi dengan makanan yang beraneka macam. Makanannya bercahaya dengan cita rasanya yang berbeda.
Setelah puas di tempat ini, Nabi Sulaiman AS mengajak Raja Thoyib melanjutkan perjalanannya mengelilingi langit lagi. Perjalanan pun sampai di sebelah timur laut ‘Arsy. Di kerajaan Banujin. ‘Alam ini telah tercipta sebelum bumi tercipta. Di tempat ini, lebih indah dibanding dengan tempat-tempat sebelumnya. Raja dan keratonnya pun demikian; lebih indah dan sakti dibanding dengan sebelumnya. Di sini merupakan ‘alam Julfah, yaitu sebuah ‘alam yang lebih halus dan tinggi perdabannya. Di ‘alam ini segalanya serba emas. Namun, ada yang unik, penghuni ‘alam ini tidak mengenakan pakaian ke atasannya. Raja di sini adalah Raja Farkas.
Mereka berdua disuruh masuk ke dalam keraton Julfah yang begitu indah dan lebih lengkap. Satu singgasana dan keraton yang ada di sini ukurannya seperti luasnya bumi dan langit dunya (lapisan langit yang kesatu). Nabi Sulaiman AS dihadiahi pula sebuah singgasana. Langit di sini terbuat dari emas intan yang begitu indah. Di tempat ini, anginnya pun terasa manis dan wangi. Adapula rasa masam, gurih dan sebagainya. Hanya sekadar menikmati dari baunya saja, akan mengenyangkan perut.
Mereka berdua mencoba berkeliling melihat-lihat keadaan sekitarnya. Saat berjalan-jalan ini, mereka mendengar suara-suara tanpa wujud dari berbagai bahasa. Nabi Sulaiman AS pun bertanya kepada Raja Thoyib, jin yang mengiringinya itu:
“Duhai Paman, suara siapakah sesungguhnya itu? Bagaikan suara-suara di dalam negara, suara-suara ramai itu sangat jelasnya tetapi sungguh gaib, tanpa terlihat jenis dan wujudnya. Negara apakah itu sesungguhnya? Aku sangat ingin sekali mengetahuinya”.
Raja Thoyib menjawab:
“Itu adalah suara dari ‘alam Asna. Ialah salah satu ‘alam kehidupan yang di dalamnya banyak terdapat raja-raja yang lebih mulia dan sangatlah halusnya lebih dari ‘alam kehidupan di ‘alam Julfah ini. Padahal sesungguhnya sama saja mereka itu berwujud dan bernyawa. Bernyawa sukma sejati, mereka sejajar dengan seluruh isi ‘Arsy Ilahi. Di sana selamanya tanpa ada huru-hara dan kedengkian. Kiamat pun mereka tidak terkena kerusakan seperti halnya ‘Arsy yang pada saat-saat kiamat tidak kena kerusakan, abadi ajali selama-lamanya. Seluruh kehidupan selamanya akan selamat dan lestari setata dengan ‘alam kehidupan sorga Ilahi.
Seluruh isi ‘alam Asna sama dengan keadaan di sorga. Makan-minumnya mereka itu tanpa buang (air) kotoran. Syahwat terasa sangat nikmatnya, tetapi tanpa mengeluarkan air mani. Apabila beranak, bagaikan diciptakan saja; tanpa lahir. Semua itu seperti adat kebiasaan sorga di Janatun Na’im yang kekal abadi ajali dan indah dan sukar untuk dicari bandingannya Maka Karenanya ‘alam Asna tak terlihat oleh mata, sebab segala isinya merupakan nyawa (ruh) yang halus.
Demikian menurut cerita orang-orang kuno, sesungguhnya ‘Alam Asna merupakan tempat bermukimnya nyawa-nyawa (ruh-ruh) yang tidak sembarangan, di mana masuknya di dalam jisim (jasad). Oleh karena itu, jadinya kemudian atas jasmani dan rohani. Semua nyawa bersukma asli masih nyawa yang murni, sejenis bangsa yang serba latif, bangsa luhung dan agung, sebagai bangsa kepangeranan. Abadi tidak kena rusak selamanya, ajali abadi (seperti di sorga yang dijanjikan) serba apa yang terjadi (ajeg kang sungkan dumadi). Semakin lama semakin berkembang dan meluas alamnya. Berbeda dengan adat-kebiasaan yang ada di dunia, semakin lama semakin rumit dan semakin berantakan tak karuan”.
Nabi Sulaiman AS ingin sekali mendatangi ‘alam tersebut. Raja Thoyib pun menerima ajakan itu. Dengan kereta kuda kencana tunggangannya mereka melesat pergi ke angkasa raya. Bagaikan kilat cahaya api meteor. Menuju arah barat. Dalam sekejap mereka pun telah sampai di ‘alam Asna. Letaknya di sebelah selatan Gunung Erab. Tempat ini berada di barat daya letak ‘Arsy Allah Ta’ala. Di sana jagad Asna terlihat semua.
Keadaan yang dilihatnya seperti intan keseluruhannya. Sorga Asna ini indahnya melebihi keadaan sorga yang ada di ‘alam Julfah. Segala sesuatunya melebihi, bahkan lebih aheng (aneh dan mustahil) dan sakti. Apa yang mereka inginkan pasti dijamin kekabulannya (segala terkabul). Serba membahagiakan dan menyenangkan apa-apa yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Mencipta singgasana dan alam serba sekejap, sekejap mata ada ciptaan Ilahi. Ciptaan-Nya semakin bertambah, apa yang dikehendaki akan tiba. Terkabul apa yang diminta. Tempat tinggal serba besar, luas, indah dengan kelengkapan sempurna segala isinya. Maka sang Nabi Sulaiman AS pun sangat takjub melihat betapa kekayaan dan kebesaran Ilahi dan berbagai jenis apapun yang ada dan kelihatan di sana.
Banyaknya ‘alam yang ada, semua situasi dan keadaannya yang beribu-ribu macam. Keringat yang menetes saja akan menjadi segala macam keadaan yang menjadi ajaib. Kemudian apabila setelah selesai mandi, percikan airnya bisa menjadi apa saja, berupa keadaan yang aneh-aneh. Tiap hari semakin bertambah saja keadaan yang serba berkelipan dan berkilauan.
Semakin tambah banyak warna rupanya, bagaikan air sungai yang mengalir tanpa hentinya. Setiap harinya bertambah keadaan yang baru. Mereka yang baru berubah, besok lusa sudah bisa berubah lagi. Dan seterusnya bisa berubah-rubah rupa lagi. Kita bangsa manusia mungkin tidak akan bisa mengerti semuanya. Seluruh persediaan kebutuhan sehari-hari datang membanjiri. Tidak ada istilah berkurang. Abadi tidak terkena kematian. Di tempat ini cahaya berwarna-warni menghiasi tempat ini.
Di bawah ‘alam Asna, Nabi Sulaiman AS melihat terdapat seekor naga terbuat dari intan sebagai ikat pinggang jagad Asna. Naga ini luar biasa besarnya serta bercahaya, la mempunyai sorga dan tempat tinggal tersendiri di tempat yang lebih tinggi. Sinarnya bagaikan cahaya bumi kehijau-hijauan. Nabi pun penasaran menanyakan perihal naga tersebut.
Raja Thoyib berkata: “Sesungguhnya ia (naga tersebut) adalah raja Bitirin, raja dari segala naga yang ada di dalam sorga mereka. Semua naga akan setia dan sujud kepadanya”.
Kemudian sang naga memanggil Nabi Sulaiman AS dengan suaranya yang menggelegar bagaikan petir: “Wahai Sulaiman, raja dari seluruh ‘alam, hamba ucapkan do’a dan terimalah ucapan selamat hamba ini. Semoga hamba beserta seluruh naga yang ada di sorga hamba ini dapat diterima sebagai pengabdi dan memperhamba tuan”.
Di lain tempat, Nabi Sulaiman AS melihat sebuah telaga di angkasa. Terlihat pula ikan-ikan intan di dalamnya. Di bagian lainnya terlihat ikan yang begitu besarnya, begitu indahnya bercahaya. Teryata, menurut keterangan Raja Thoyib, itu adalah Raja Katari. la sebagai raja ikan-ikan yang ada di sorga mereka.
Ikan-ikan itu berkata: “Selamat dan berbahagialah wahai Tuanku. Terimalah hamba beserta seluruh ikan-ikan yang ada di dalam sorga hamba ini untuk mengabdikan diri patuh kepada Tuan.”
Di tempat lainnya lagi Nabi Sulaiman AS melihat gunung permata yang sangat indahnya. Di sana banyak dihuni oleh raja-raja mulia, ratu-ratu sakti yang sangat berwibawa. Mereka mengenakan mahkota Badrul Aslaf, berselendang raprapir, indah dan halus, berkain panjang jubah dengan dilengkapi oleh busana permata mirah, la seperti seorang pembesar di ‘alam Julfah. Di mana sesungguhnya ‘alam Julfah itu adalah tiruan dari ‘alam Asna.
Masih di dalam keraton ‘alam Asna, mereka melihat sebuah gunung bercahaya, cahayanya seperti bintang. Terlihat ada juga seorang raja yang begitu gagah sempurna dengan pakaian yang begitu indah. Ada lagi pembesar yang lain lagi, namun berjenis kelamin wanita. Begitu sempurna kecantikannya.
Nabi Sulaiman pun bertanya kepada Raja Thoyib: “Hai Paman Raja Thoyib, siapakah pula Ratu Puteri itu?”.
Raja Thoyib pun menjawab: “Ia adalah Ratu Puteri Kokiba, ratu seluruh bintang”.
Ratu Puteri pun memberi salam dengan sopannya. Membuat Nabi Sulaiman AS tertarik kepadanya. Namun, Raja Thoyib segera mengajak Nabi Sulaiman AS untuk melanjutkan perjalanan. Sang Puteri tadi ternyata mengikutinya dari belakang, seraya memanggil Nabi Sulaiman AS: “Oh, Tuanku yang mulia, janganlah Paduka Tuan jual mahal, hamba dekati malah pergi. Hamba ucapkan seluruh pengikut hamba ini, yaitu seluruh bintang mohon diterima pengabdiannya kepada Paduka Tuan”. Nabi Sulaiman AS menyahut: “Terimakasih atas segala kerelaan dan keikhlasan Ratu Puteri”.
Kemudian mereka berlalu melanjutkan perjalanannya lagi. Dalam perjalanannya, mereka melihat gunung bercahaya; cahayanya itu seperti rembulan. Merupakan isi sorga mereka yang indah. Rajanya adalah seorang wanita yang begitu cantiknya. Nabi Sulaiman AS mencoba bertanya kepada Raja Thoyib mengenai pemimpin itu.
Maka Raja Thoyib pun menjawab: “la adalah yang terkenal namanya dengan Ratu Sahira. Ratu dari segala rembulan”.
Puteri Sahira mendatangi Nabi Sulaiman AS, katanya: “Persilakanlah Paduka Tuan memerintah seluruh rembulan”. Nabi Sulaiman AS menjawab: “Terimakasih atas kerelaan sang Ratu Puteri!”.
Nabi Sulaiman AS dan Raja Thoyib kembali melanjutkan perjalanannya mengelilingi ‘alam-’alam latif ini. Tidak lama kemudian, mereka menjumpai lagi sebuah gunung, tetapi kali ini cahayanya berwarna putih. Cahayanya seperti cahaya matahari berisi sorga kemuliaan mereka. Rajanya adalah seorang pria yang sangat tampan. Tingkahnya gesit dan begitu ramah Bola matanya gemerlap bulat jernih menyejukkan dipandang mata. Seperti biasa, Nabi Sulaiman AS pun bertanya kepada Raja Thoyib mengenai identitas raja tersebut. Dijawab oleh Raja Thoyib: “la adalah Raja Lera. Raja seluruh matahari”.
Raja Lera pun segera menyahut: “Terimalah pengabdian hamba ini beserta seluruh matahari ini, Tuan!”. Nabi Sulaiman AS menjawab: “Terimakasih atas kerelaan sang Raja”.
Di tempat lain, ditemuinya gunung petir guruh dan guntur yang berisi sorga yang melebihi dari seluruh yang ada yang pernah dilihat oleh Nabi Sulaiman AS. Rajanya kelihatan begitu agung dan berwibawa. Rupanya melebihi dari yang isinnya. la mengenakan mahkota Badrul Aslaf samir bakar yang dimuliakan, la senantiasa memegangi tongkat pusakanya. Tidak pernah jauh ia dari tongkat itu. la berperilaku seperti layaknya seorang yang suci. Tutup kepalanya berwarna putih, la sangat sakti, banyak ilmu serta gurunya.
Raja Thoyib berkata menerangkan: “la adalah Raja Pandita (yang bernama ‘Alman) di seluruh jagad (‘alam) Asna ini, jadi asal-mula penghuni Asna adalah dari dia sesungguhnya, la sebagai guru raja-raja dan ratu-ratu di ‘Alam Asna ini. la pula yang menguasai gema”.
Ada lagi seorang raja di dekatnya, yaitu Raja Sangekiru. la yang menguasai suara guntur dan petir. Pemerintahannya bernama negara Lukamani. Raja Sangekiru dan Raja Pandita selalu beriringan sebagai duet dalam mengurusi pemerintahannya. Raja-raja itu menyampaikan sanjungan kepada Sang Nabi Sulaiman AS dan Raja Thoyib: “Hidup Nabi! Hidup Nabi!”.
Lalu mereka bergandengan tangan, di mana Nabi berada di tengah-tengah. Tangan kiri Nabi, ‘Alman yang mengapit, yang lain adalah Raja Sangekiru. Selanjutnya mereka melesat ke angkasa raya. Raja Thoyib sendiri mengikuti dari belakang. Hanya sekejap mata mereka sudah sampai di istana Raja Sangekiru. Di sini mereka, Raja Thoyib dan Nabi Sulaiman AS, dijamu sedemikian dimuliakannya. Makanannya pun serba aneh dan langka-langka serta mewah.
Sebagai rasa hormatnya, Raja Sangekiru mempersembahkan ciptaannya berupa singgasana yang sangat luasnya beserta perlengkapannya. Singgasana ini begitu sangat fantastis kehebatannya. Nabi Sulaiman AS sendiri begitu terpesona menyaksikannya, karena sepanjang perjalanannya ini, ia baru kali ini menyaksikan penciptaan singgasana yang meniru ‘Arsy Allah SWT. Keanehan dan keindahannya bermilyar-milyar rupanya. Luasnya berjuta-juta milyar hektar.
Raja Sangekiru berkata: “Duhai Tuan, Raja dari seluruh ‘alam. Terimalah itu sebagai persembahan hamba kepada Tuan Yang mulia, ialah sebuah ‘Arsy (singgasana)!”.
Dengan rasa tawadhu, Nabi Sulaiman AS menjawab: “Terimakasih atas persembahan sang Raja. Dan aku sendiri bertanya dalam hati, sebab sang Raja berkehendak mengabdi kepadaku ini. Bukankah sang Raja tak kurang sesuatu apa-apa, kesaktian sang Raja mampu menciptakan singgasana yang begitu luasnya ini dikerjakan dengan hanya sekejap saja. Mengapa Anda mau patuh kepadaku. Aku yang cukup sabar ini apa yang sesungguhnya dapat diharapkan oleh sang raja. Apakah tidak salah penglihatan sang raja dalam hal ini?”.
Raja Sangekiru menjawab: “Sesungguhnya Tuhan adalah Maha Pengasih dan Maha Pencipta alam semesta jagad raya ini. Masing-masing dari kehidupan di seluruh ‘alam ini, siapakah yang tidak ingin mengabdikan dirinya kepada Tuan (Nabi Sulaiman AS). Sebab semua mengetahui, bagi siapapun yang tidak mengabdi kepada Tuan, sudah pasti akan hancur lebur oleh sejuta guntur dan guruh. Dimana-mana seluruh kehidupan yang pernah ada, baik di tepi jurang maupun di dalam lembah sekalipun mereka hancur lebur, karena mereka tidak mau mengabdi kepada Tuan. Kepada tuanlah yang benar-benar mengerti kepada pesan itu, oleh karena itu, hamba mempercayakan kepada Paduka Tuan Sulaiman. Adalah karena hamba berdasar kepada kesamaan iman yang menuju kepada keselamatan serta kesentosaan dan itu semua adalah atas berkah Paduka Tuan juga”, itulah ucapan Raja Sangekiru dengan penuh kerelaan mengakui kekuasaan Nabi Sulaiman AS.
Kemudian di dekat mereka muncul sekelebat sosok bayangan perempuan. Dia adalah perempuan yang sakti dan amat sangat cantiknya. Tubuhnya merupakan kesempurnaan sesosok tubuh perempuan yang tiada tandingannya. Dia datang bersama rombongan pengiringnya yang seluruhnya adalah perempuan.
Makhluk penghuni ‘Alam Asna terkenal dengan sangat kuatnya dalam beribadah kepada Allah SWT. Mereka tidak ingat lagi waktu dan diri mereka sendiri ketika beribadah. Ada yang beribadah non stop selama beratus-ratus tahun, hingga kulitnya menjadi putih mulus.
Kini, raja Thoyib dan Nabi Sulaiman AS melanjutkan perjalanannya turun ke bawah. Di sana ia menjumpai sebuah ‘alam yang dipenuhi oleh raksasa-raksasa yang berwajah buruk-buruk. Sebagian dari mereka ada yang berwajah babi; sebagian yang lain berwajah anjing; yang lain lagi berwajah buaya dengan mulutnya yang sering menganga-nganga. Ada pula yang berwajah burung, gajah, menjangan, naga, dan lain sebagainya.
Sang Nabi Sulaiman AS pun bertanya kepada rekannya ini, Raja Thoyib, seorang jin: “Mengapakah gerangan, wahai Paman Thoyib? Mengapa raksasa-raksasa itu tidak ada yang sama di masing-masing barisannya itu? Mengapakah rupa and wujud mereka jelek-jelek dan juga mereka bermuka hewan?”.
Raja Thoyib pun menjawab dengan perlahan: “Mereka itu adalah raksasa yang terkena kuwalat yang terjadi ketika masa Raja Galanu dahulu. Oleh karena itu, mereka jelek-jelek, dan bermukim di situ begitu banyaknya tidak dapat diketahui berapa jumlahnya”.
Raksasa-raksasa itu berlarian menuju ke arah mereka, ketika menyaksikan kedatangan Nabi Sulaiman AS dan Raja Thoyib. Suaranya bergemuruh membahana. Mereka semua mengucapkan salam hormat serta pengakuannya atas kekuasaan sang Nabi Sulaiman AS.
  • Catatan:
Demikianlah, sepenggal kisah perjalanan Nabi Sulaiman AS dan Raja Thoyib bertamasya untuk berkeliling di ‘alam jin dan ‘alam langit (luar angkasa). Semua cerita di atas hanya amat sedikit saja dari fakta yang sebenarnya yang djalani oleh mereka berdua. Semua itu hanyalah kehendak dan kekuasaan Allah SWT semata agar kita lebih meyakini kebesaran Allah SWT yang tak terhingga, dan agar bangsa manusia tidak sombong, karena masih banyak makhluk lain yang jauh lebih cerdas dan fantastis dibanding manusia.
Tentunya, dalam melihat hal-hal yang demikian itu hendaknya dengan keimanan (imani saja), bukan lebih mengedepankan kajian rasional (akal / logika).
Nabi Sulaiman AS yang berarti juga raja pembawa keselamatan, karena pada masa pemerintahannya 973 – 933 SM, beliau AS selalu menekankan mengenai perdamaian. Beliau AS sudah menjadi raja sejak umur 18 tahun menggantikan ayahnya, Nabi Dawud AS, yang wafat, la merupakan salah seorang nabi dari Bani Isra’il yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya dalam memutuskan suatu hukum.
Nabi Sulaiman pernah berdoa kepada Allah SWT meminta kerajaan yang tidak pernah ada yang menyamai setelahnya, seperti yang tertera di dalam Al-Quran Al-Karim pada surat Shaad ayat 35: ia (Sulaiman) berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugrahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi” Sehingga rakyat dan pemerintahan beliau meliputi pula ‘alam lain (‘alam ghaib).
Wallahu a’lam bi showwab… 
Sumber: http://wp.me/pY2ce-sL 


kerja online

Misteri Makam Kemangi Di Desa Ujung Semi , Kangkung Kabupaten Kendal

 
Dulu pekerjaanku sebagai buruh tani. Itu ketika masih berumur di bawah 30 tahun. Anakku tiga orang. Semuanya kini sudah berkeluarga. Apapun pekerjaan di kampung, aku terima untuk menyambung hidup. Yang penting halal. Suamiku juga sebagai buruh tani, dia nyambi jadi peternak ayam kampung. Alhamdulillah…, semua diberi kecukupan untuk kebutuhan sehari-hari. Padahal dulu aku harus menyekolahkan anak-anakku. Semuanya lulus sekolah menengah. Sekarang usiaku menginjak di atas 40 tahun. Aku sudah meninggalkan pekerjaan sebagai buruh tani. Aku pindah haluan sebagai tukang masak para warga kampung saat punya hajat. Semula aku hanya ikut-ikutan jadi rewang ( tenaga pembantu) saja. Sekarang aku sudah mandiri. Sekali panggil untuk memasak aku pasang tarif dua ratus ribu rupiah. Itu untuk dua hari satu malam.

Memasuki bulan Syawal, biasanya selalu banyak orang punya hajat. Dan itu adalah bulan-bulan penuh pekerjaan. Jauh-jauh hari orang yang hendak punya gawe datang ke rumahku. Memastikan tanggal yang kosong. Hampir seluruh angka di kalender sudah aku lingkari. Hanya ada dua hari saja. Kamis Wage dan Jum’at Kliwon. Saat bulan puasa seperti ini adalah masa istirahatku bekerja. Tidak ada orang yang punya hajat nikahan. Untuk mengisi kekosongan, aku berjualan makanan untuk buka puasa. Kolak pisang, serabi, bubur candil, lontong, dan lodeh. Di saat aku sedang berjualan di serambi rumah. Ada pengendara sepeda motor mampir, berboncengan dengan seorang wanita.

“ Assalamualaikum…., benar ini rumahnya Bu Siti Alwiyah ?” Sapa perempuan berkerudung kepadaku. Umurnya kelihatannya sebaya denganku, sekira 40an.

“ Waalaikum salam.., benar mbakyu. Dari mana ? Monggo-monggo.., silahkan, saya sambil jualan ya ?”

“ Tidak apa-apa Bu Siti, saya tahu njenengan repot. Saya sedang kesulitan mau cari tukang masak bu. Saya disuruh Pak lurah Desa Ujungsemi untuk mencari tukang masak. Dia mau menikahkan anaknya.” Sembari aku meladeni pembeli, tetap melanjutkan perbincangan. Kupanggil anakku Wati mengambilkan kursi, supaya dia bisa duduk.

“ Lha kapan harinya mbakyu ?”

“ Bulan depan, mulai Rabu pon, Kamis wage sampai Jum’at kliwon. Tiga hari berturut-turut. Pak lurah Wignyo nanggap wayang, serta campur sari.” Kusembunyikan rasa heranku, tumben saja ada orang mau menikahkan anaknya di hari yang disebutkan. Di daerahku, itu jarang terjadi.

“ Lha sudah dapat tukang masak berapa mbakyu ?”

“ Itulah Bu Siti.., saya tidak ketemu orang yang mau masak di hari itu. Padahal ini penting sekali. Pak lurah tidak mau ganti tanggal serta hari. Ini sudah keputusannya dia Bu Siti.” Ucap wanita itu.

“ Baiklah kalau memang demikian. Saya sanggup, lha alamatnya dimana mbakyu ?”
“ Bu Siti tidak usah kesana sendiri, nanti ada yang menjemput. Njengenan juga tak perlu repot membawa blender, loyang, mixer dan lainnya. Semua disediakan sama Pak lurah.”

Selama hampir lima tahun aku menjalani pekerjaan ini, baru sekali ini ada orang yang mau menikahkan anaknya di hari tersebut. Baru kali ini juga ada panggilan masak sampai di lain kecamatan. Ujungsemi masuk wilayah Kecamatan Kangkung. Di bawah tahun 2000, desa tersebut masih masuk wilayah Kecamatan Cepiring. Saking luasnya kemudian dipecah menjadi dua. Cepiring adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Berada di pesisir utara Pulau Jawa. Mata pencaharian penduduknya sebagian sebagai petani. Kendal juga dikenal sebagai penghasil tembakau, dan padi. Sewaktu masih jaman orde baru, Kendal dikenal sebagi penghasil gula. Ada pabrik gula peninggalan Belanda di Cepiring, berdiri sejak tahun 1825.

Waktu yang dijanjikan pun tiba, usai lebaran selang seminggu, aku dijemput oleh seorang suruhan Pak lurah Wignyo. Seorang anak muda dengan sepeda motor Honda Supra warna hitam strip hijau dan merah, menanti di teras.

“ Bu Siti, silahkan bu.., tidak usah pakai helm. Lewat jalan kampung saja.” Pinta anak laki-laki itu. Ia mengenalkan diri namanya Setyo, seumuran anakku Wardi yang paling tua.

“ Iya dik, tidak apa-apa. Lagian kalau malam begini tak bakal ada razia sepeda motor.”

Setelah berpamitan dengan suami dan anak-anak, aku membonceng Setyo. Cuaca malam begitu cerah, langit malam nampak terang karena cahaya bulan. Angin kering musim kemarau berhembus. Beberapa desa kulewati, menempuh jalan satu-satunya ke Desa Ujungsemi. Sebenarnya jarak Desa Juwiring dengan Ujungsemi tidak begitu jauh. Setyo memotong jalan lewat Desa Sidomulyo, jalan aspal di desa itu rusak parah. Banyak kendaraan berat melewati jalan tengah sawah itu. Tidak biasanya saat melewati kuburan Desa Sidomulyo tengkukku merasa merinding. Padahal sekitar tempat itu banyak lampu listrik. Kuburan itu berada di pojok desa, persis di tepi sawah. Berbatasan dengan Desa Kalirejo.

Sepeda motor Setyo terasa ringan saja saat melewati jalanan berbatu dan rusak parah. Selama menjadi tukang masak borongan, aku paling jauh menerima pekerjaan memasak di Kecamatan Cepiring di Desa Botomulyo. Sebenarnya aku ingin menolak permitaan Pak lurah Wignyo. Meskipun tak ada aturan resmi, menyelenggarakan pesta pernikahan di bulan Syawal pada tiga hari pasaran tersebut sungguh pantangan. Sepanjang perjalanan, Setyo sesekali bicara, itu pun ketika aku tanya.

“ Bu Siti, kita sudah hampir sampai bu…, paling lima menit lagi.” Tanpa kutanya Setyo berbicara. Melewati Pasar Kangkung, sesudah itu belok kanan. Keadaan kanan serta kiri jalan berupa tanaman tembakau yang masih selutut orang dewasa. Tak berapa lama kemudian kulihat banyak sekali mobil dan sepeda motor parkir di pinggir jalan. Beberapa mobil sedan mewah juga kelihatan. Meskipun tidak begitu mengenal, aku yakin Pak Wignyo ini orang yang kaya. Tamunya banyak sekali

“ Dik Setyo, apa acaranya sudah dimulai ?”

“ Belum bu.., mobil-mobil itu milik keluarga Pak Wignyo datang dari luar daerah Kendal.” Setyo menerangkan.

Rumah Pak lurah begitu megah, berpagar tembok setinggi bahu. Untuk masuk ke rumahnya harus melewati pintu gapura yang tak kalah megah juga. Bangunan utama berupa rumah joglo seperti balai desa. Rumah Pak lurah bagiandinding bagian depan semuanya dilepas. Di desa, orang yang memiliki rumah joglo dari kayu jati, dipastikan orang yang kaya raya.

“ Dik Setyo, orang desa sini kok pendiam semua ya ?” Aku mulai merasa ada kejanggalan warga desa Ujungsemi. Sepanjang memasuki pekarangan, orang-orang yang berpapasan denganku tak ada yang menampakkan wajahnya. Semuanya menunduk dan tidak bicara satu sama lain.

“ Oh…, itu aturan di rumahnya Pak lurah saja bu. Kalau di luar ya sama saja,” jawab Setyo menerangkan.

“ Saya harus masak mulai malam ini ya Dik Setyo ?”

“ Benar bu.., tapi sebelumnya bapak mau bicara dengan Bu Siti dulu. Mari ke pendopo bu ?”

Di pendopo sudah menunggu seorang laki-laki paruh baya, nampak berwibawa. Mengenakan pakaian beskap warna hitam. Di sebelahnya seorang wanita dengan baju kebaya warna hijau, sementara jariknya motif parang rusak.

“ Monggo.., silahkan duduk Bu Siti. Saya begitu senang sampeyan bisa membantu di rumah saya.”

“ Sama-sama Pak lurah.”

“ Ini sebagai bayaranmu, saya berikan semuanya.” Pak lurah mengulurkan segepok uang kepadaku.

“ Pak, sebaiknya nanti saja kalau pekerjaan sudah selesai, saat saya hendak pulang.”

“ Tidak apa-apa, saya selalu membayar di depan. Kalau sudah selesai hajatnya mungkin aku tidak sempat memberikan langsung kepadamu.” Baru kali ini juga aku menerima bayaran sebelum bekerja. Hitunganku kerja masak kali ini empat hari tiga malam.

“ Pak, apa ini tidak kebanyakan ? Upah masak dua hari satu malam untuk saya hanya dua ratus ribu

Kalau sampai tiga malam bayar enam ratus ribu saja pak ?”

“ Sudahlah.., terima saja Bu Siti. Itu sekaligus sebagai tanda terimakasih kami kepada sampeyan.” Istri Pak Wignyo menambahi pembicaraan.

Usai bertemu dengan tuan rumah aku ke halaman belakang. Semua keperluan memasak telah tersedia. Yang bagian menanak nasi ada sendiri, pun yang bagian merebus air untuk membuat teh. Bagianku hanya masak lauk-pauknya saja. Orang-orang di dapur itu tak ada yang bicara. Tidak seperti biasanya orang rewang. Baik laki-laki dan perempuan semuanya diam. Aku memasak rendang sapi, oseng-oseng buncis, mie goreng dan sambal goreng ati. Semuanya aku kerjakan sendiri. Sementara di halaman luar sudah begitu ramai. Pak lurah nanggap wayang kulit. Aku mulai sedikit ngantuk, mungkin sudah jam tigaan.

“ Bu kalau ngantuk, minum ini bu. Di kulkas banyak disediakan,” tiba-tiba Setyo muncul. Menyodorkan tiga botol Kratingdaeng. Memang seperti kebiasaan saat aku memasak di malam hari. Untuk mengusir kantuk dan menambah segar badan aku minum Kratingdaeng. Waktu terasa berjalan begitu lambat. Masakan sudah matang kemudian satu per satu bagian dimasukkan ke besek ( wadah dari ayaman bambu).

Aku sudah kali ketiga memasak rendang sapi. Sekali masak menghabiskan enam puluh kilogram daging sapi. Demikian juga dengan mie goreng, dan lauk-pauk yang lain. Semuanya ludes tak bersisa. Terasa membosankan juga, berada dengan orang banyak tapi tak satupun yang bisa diajak bicara. Aku mencoba berbasa-basi dengan laki-laki yang sedang mengaduk beras

“ Kang…, orang disini semua kok pendiam ya ?”

“ Sudah sejak saya tinggal di kampung ini memang begitu bu. Kalau tidak penting sekali, kami tidak bicara.”

“ Lha memang sampeyan dari desa mana kang ?”

“ Saya dari jauh bu, asli saya Serang Banten. Sudah lima tahun saya mengabdi pada Pak lurah.”

“ Sudah lima tahun ? Disini sampeyan bertani tembakau ? Atau…, “ belum rampung aku bertanya. Laki-laki itu menjawab pertanyaanku.

“ Saya disini bekerja untuk Pak lurah, pekerjaan saya menanak nasi. Kebetulan saja, tahun ini Pak lurah sedang mantu ( menikahkan anak ). Lha ibu kok bisa masuk ke sini bagaimana caranya ?”

Aku merasa pertanyaan laki-laki tukang masak nasi ini begitu aneh, “ bagaimana caranya ?” Sambil memblender bumbu masak rendang, aku ceritakan bagaimana aku dipanggil Pak lurah untuk masak.

“ Waduuuh buu…., tak sembarangan manusia bisa masuk ke rumah Pak lurah. Apalagi diminta memasak. Ketahuilah bu.., kami disini semuanya adalah orang buangan. Semua yang datang hari ini adalah orang-orang yang mati kecelakaan.” Mendengar penjelasan laki-laki ini aku semakin tidak mengerti.

“ Lihatlah kaki orang-orang itu. Semua tidak ada tumitnya. Hari ini mereka berkumpul dari seluruh Jawa. Orang-orang yang diundang Pak lurah semasa hidupnya berlaku keliru. Sebagian dari mereka waktu di dunia mencari kekayaan dengan pesugihan.”

“ Lho ? Lha kamu sendiri kenapa ?”
“ Saya mati bunuh diri bu, banyak hutang melilit, ditagih banyak orang membuat saya tidak betah hidup.”

“ Masya Allah……, jadi aku sekarang berada dimana ?”

Entah apa yang terjadi, belum sempat menjawab pertanyaanku. Laki-laki di depanku ini mendadak pucat. Seluruh kulitnnya melepus seperti luka bakar. Ia berguling-guling di tanah. Dan lampu listrik di rumah Pak lurah mendadak padam. Aku berusaha mencari sumber cahaya. Kurogoh korek api yang ada di dalam tas. Sekitarku begitu gelap sekali. Sayang, korek api di dalam tasku lembab. Aku pelan-pelan berjalan menuju gapura depan. Berulang kali kakiku menabrak tonggak pohon.

“ Asholatu khoirun minnan nauuuummmm…..,” sayup-sayup kudengar adzan subuh. Aku sudah berada di luar gapura rumahnya Pak lurah. Kutoleh lagi rumah Pak lurah itu, Masya Allah……., rumah joglo kayu jati tidak kutemukan, disitu berdiri sebatang pohon Kolobin begitu tinggi. Dan pelataran rumah tersebut adalah kuburan. Segera kupercepat langkah meninggalkan kuburan itu. Menyusuri jalan aspal ke arah cahaya matahari terbit. Aku sudah di sekitar Pasar Kangkung, nampak sudah mulai ada orang di pasar kecamatan itu. Sambil menunggu hari terang, aku ke mushola menunaikan shalat subuh.

Jam tujuh pagi, aktifitas Pasar Kangkung sudah begitu ramai. Aku menuju pos ojek, dan meminta diantar pulang ke Juwiring. Hanya perlu waktu setengah jam saja dari pasar tersebut ke desaku. Sepanjang jalan menuju rumah, ada pemandangan aneh. Orang-orang memandangiku dengan tatapan heran. Hingga akhirnya aku tiba di pelataran rumah, kulihat anakku Suwati sedang menyapu halaman. Dia langsung memelukku.

“ Buuu…., ibu kemana saja ? Katanya tiga hari ke Ujungsemi kok sampai sebulan lebih ?” Sesudah masuk rumah aku mulai bicara. Suami, anak-anakku, serta tetangga memenuhi ruang tamu di rumah.

“ Pak, lha aku juga tidak habis pikir bisa sampai rewang disana.” Kujelaskan kalau selama empat

hari tiga malam aku di rumah Pak lurah Ujungsemi.

“ Bune, sampeyan itu sudah meninggalkan rumah genap empat puluh hari sejak Rabu pon bulan Syawal lalu. Sekarang sudah Dzulqa’idah. Tetangga dan keluarga mengira sampeyan sudah meninggal dunia. Tapi aku yakin sampeyan pasti kembali ke rumah.” Suamiku menceritakan apa yang terjadi selama aku meninggalkan rumah.

Ternyata selama ini aku diminta bekerja di alam ghaib. Kuburan Ujungsemi itu dikenal dengan Kuburan Kemangi. Banyak kejadian aneh dan tidak masuk akal yang pernah terjadi di Kemangi. Kemudian aku buka tasku.

“ Subhanallah….,” ada delapan ikat uang pecahan seratus ribu di dalam tasku. Semuanya ada delapan puluh juta rupiah. Kuminta suamiku menemui Pak Kyai Zaenuri. Memastikan apa yang sebenarnya menimpaku.Kami berdua ke rumahnya.

“ Pak Durman dan Bu Siti, ini bisa terjadi atas ijin Allah. Sampeyan sudah diminta bekerja di alam ghaib. Dan uang itu benar-benar upahnya.” Untuk memastikan keasilan uang pecahan ratusan ribu tersebut, Pak Zaenuri menggunakan detektor uang kertas. Ia juragan tembakau, harus mempunyai alat itu “ Berarti sampeyan di kediaman Pak lurah itu sehari dibayar dua juta rupiah bune,” suamiku menyimpulkan lamanya kepergianku dengan jumlah uang yang ada di dalam tas.

“ Entahlah pak, aku takut menggunakan uang tersebut.” Aku menimpali suamiku.

“ Sebaiknya,sebagian kau sedekahkan kepada fakir miskin dan yatim piatu. Uang itu asli bisa dipakai.” Pak Zaenuri meyakinkan kami berdua.

Mengikuti petunjuk Pak Zaenuri, sebagian uang tersebut kami pakai untuk perbaikan masjid. Menyantuni anak-anak yatim piatu dan fakir miskin. Sedangkan sebagian yang lain kami simpan di bank dalam bentuk deposito. Akan kami gunakan jika dalam keadaan yang sangat perlu.
Kisah Nyata.

Pengikut