Tunguska 30 Juni 1908: PECAHAN KOMET MENABRAK BUMI
Hampir seratus tahun lalu, 30 Juni 1908 terjadi ledakan besar di sekitar sungai Tunguska, Siberia Tengah, Rusia. Pukul 07:17 pagi sebuah bola api raksasa meluncur dari langit sangat cepat. Belum sempat mencapai bumi, pada ketinggian sekitar 8 km terjadilah ledakan dahsyat. Pepohonan di bawah titik ledakan terbakar dan sekitar 2000 km persegi hutan diratakan oleh hempasan gelombang kejut. Selama dua hari setelah itu debu-debu halus masih tersisa di angkasa yang menyebabkan langit malam tampak terang. Dikabarkan pada malam sesudah ledakan orang-orang di London masih bisa membaca koran di luar rumah karena terangnya langit akibat hamburan cahaya di atmosfer atas.
Ledakan itu diakibatkan oleh pecahan komet yang menabrak Bumi. Peristiwa itu terjadi 88 tahun lalu. Tetapi itu memberikan pelajaran betapa hebatnya dampak yang diakibatkan oleh komet bila menabrak Bumi. Mungkin situasi serupa atau yang lebih hebat akan terjadi di Bumi bila komet Swift-Tuttle benar akan menabrak Bumi 14 Agustus 2126.
Pagi pukul tujuh lebih terdengar suara desingan keras. Terlihat di langit sebuah bola api meluncur cepat. Nampaknya jauh lebih besar dari matahari tetapi lebih redup. Jejak di belakangnya tampak seperti debu berwarna biru. Segera setelah bola api lenyap terdengar ledakan keras, sangat keras. Bumi terasa bergetar.
Saksi mata pada jarak 80 km dari pusat ledakan merasakan embusan angin panas dan terlempar dari kursinya. Saksi mata lainnya menyatakan orang-orang ketakutan berkumpul di jalanan tidak mengerti apa yang terjadi. Sebagian ada yang pingsan. Kuda-kuda berlarian tak tentu arah.
Hutan di sekitar pusat ledakan terbakar. Embusan anginnya sangat kuat seperti topan hebat yang menyebabkan pepohonan pada radius sekitar 25 km tumbang. Suara ledakannya terdengar dari jarak 800 km (kira-kira jarak lurus Serang – Surabaya). Umat manusia masih beruntung karena pusat ledakan berada di daerah tak berpenduduk.
Pecahan Komet
Peristiwa itu tidak segera diselidiki oleh pihak Rusia. Baru setelah sepuluh tahun kemudian ada tim ekspedisi yang mengumpulkan berbagai bukti di lokasi itu dan kesaksian para saksi mata di berbagai daerah sekitarnya.
Ada yang menduga ledakan itu disebabkan oleh pertemuan antimateri dan materi yang berakibat keduanya lenyap tetapi memancarkan sinar gamma. Tetapi tidak adanya bukti radioaktivitas di lokasi ledakan menggugurkan dugaan tersebut.
Dugaan lain menyatakan bahwa mungkin itu disebabkan blackhole mini yang menembus bumi di wilayah Tunguska dari arah tenggara dan keluar lagi di lautan Atlantik utara. Blackhole (”lubang hitam”) adalah benda alam semesta yang paling padat yang berasal dari sisa ledakan bintang (disebut supernova). Inti bintang yang tersisa akan memadat dan terus memadat karena tidak ada energi di inti bintang yang mampu menahan keruntuhan akibat gravitasinya sendiri. Karena luar biasa padatnya sehingga gravitasinya sangat besar. Cahaya pun ditariknya yang menyebabkannya benda itu tidak tampak sama sekali sehingga disebut “lubang hitam”. Namun jika benar ledakan di Tunguska itu disebabkan oleh blackhole mini, mestinya ada gelombang kejut yang hampir mirip terjadi di lautan Atlantik utara ketika blackhole itu keluar lagi dari bumi. Tanda-tanda gelombang kejut seperti itu tidak terdeteksi sehingga dugaan itu pun tertolak.
Ada dugaan yang lebih bersifat spekulatif, bahwa mungkin saja ledakan itu berasal dari pesawat luar angkasa dari planet lain yang meledak karena sesuatu sebab. Dugaan ini dilontarkan oleh orang-orang yang mempercayai UFO sebagai piring terbang berpenumpang makhluk cerdas dari luar angkasa. Namun tidak adanya bukti reruntuhan benda semacam pesawat atau sejenisnya mematahkan dugaan spekulatif tersebut.
Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa terjadi ledakan hebat, gelombang kejutnya mampu merobahkan pepohonan pada areal yang luas, hutang di daerah pusat ledakan terbakar, tetapi tidak ada kawah yang terjadi di pusat ledakan itu. Bukti-bukti terbaru menunjukkan ditemukannya butiran-butiran intan halus tersebar di sekitar pusat ledakan. Bukti-bukti itu menunjukkan bahwa penyebab ledakan yang sangat mungkin adalah pecahan komet yang menabrak Bumi.
Komet sebagian besar terdiri dari es (campuran air, metana, dan amoniak) dan sedikit butiran batuan halus. Karena itu komet sering disebut sebagai tersusun dari es berdebu. Butiran batuan itu mungkin juga mengadung intan seperti yang dijumpai pada meteorit. Ketika komet menembus atmosfer Bumi, gesekan dengan udara menimbulkan panas dan terlihat seperti bola api raksasa. Es akan menguap. Uap dan debu membentuk ekor pada bola api itu. Pengereman oleh atmosfer bumi dan pelepasan energi oleh komet menyebabkan timbulnya ledakan hebat di atmosfer. Sisa-sisa butiran intan pada inti komet tidak terbakar dan jatuh ke bumi. Energi dari bola api itu mampu membakar hutan di bawahnya dan gelombang kejut ledakkannya mampu menumbangkan pepohonan pada area yang sangat luas.
Ditaksir komet itu berukuran 100 meter dengan berat sejuta ton dan bergerak dengan kecepatan 30 km/detik (108.000 km/jam). Diduga pecahan itu berasal dari komet Encke. Menurut perhitungan orbitnya, Bumi setiap tahun melintasi orbit komet Encke dua kali: sekitar 2 Juli dan sekitar 1 November. Pada saat perjumpaan sekitar 2 Juli, lintasan komet Encke berada di selatan Bumi dan komet datang dari arah Matahari. Itulah yang menyebabkan pecahan komet yang jatuh di Tunguska nampak berasal dari arah tenggara karena pengaruh rotasi Bumi dan tumbukan terjadi bukan pada malam hari.
Komet Encke pertama kali ditemukan oleh Jean Louis Pons di Merseille 26 November 1918. Johann Franz Encke, astronom Jerman menghitung periode orbit komet tersebut dan mendapatkan periodenya 3,3 tahun, periode komet terpendek. Berdasarkan perhitungan tersebut, J. F. Encke memprakirakan dengan tepat kemunculan komet tersebut 1822, 1825, dam seterusnya. Keberhasilan itu yang menjadikan namanya diabadikan sebagai nama komet tersebut. Hasil perhitungan yang lebih teliti dari berbagai penampakan disimpulkan bahwa periode komet semakin singkat sekitar 2,5 jam setiap kali mendekati Matahari.
Walaupun belum ada informasi pasti tentang pecahnya komet ini menjelang peristiwa Tunguska 1908, namun berdasarkan analisis orbitnya diduga kuat pecahan komet yang menyebabkan ledakan Tunguska memang berasal dari komet Encke. Komet Encke sendiri sampai sekarang masih mengorbit. Komet itu terakhir kali teramati pada 1994.
Punahnya Kehidupan
Bila yang menabrak Bumi 1908 bukan sekedar pecahan komet, tetapi asteroid (planet kecil) atau komet yang ukurannya lebih besar, dampak tumbukannya akan lebih fatal. Mungkin sebagian makhluk hidup akan punah, termasuk sebagian besar manusia akan tewas. Kepunahan makhluk hidup akibat komet atau asteroid menabrak bumi pernah terjadi. Sebuah asteoroid atau komet yang jatuh di Semanjung Yukatan, Meksiko, 65 juta tahun lalu diduga menyebabkan punahnya Dinosaurus.
Sebuah asteroid yang ditaksir berukuran sekitar 10 kilometer seberat setriliun ton menabrak Bumi jatuh di Semenanjung Yukatan di tepi teluk Meksiko. Ini menyebabkan terbentuknya kawah raksasa berdiameter 180 km (hampir sebesar Jawa Barat), menyebabkan gelombang raksasa di laut Karibia, dan menghamburkan debu ke atmosfer seluruh dunia. Asteroid langsung menembus bumi sehingga sisa-sisanya tidak tampak lagi.
Energi ledakannya setara dengan ledakan 5 miliar bom atom Hiroshima. Debu yang dihamburkan ke atmosfer ditaksir sekitar 100 triliun ton berdasarkan ketebalan endapan debu bercampur Iridium di seluruh dunia. Adanya logam Iridium yang jarang terdapat di Bumi, tetapi melimpah pada asteroid menjadi kunci pembuka tabir rahasia bahwa benda langit yang jatuh adalah asteorid.
Debu-debu yang dihamburkan ke atmosfer sedemikian tebalnya sehingga menghambat masuknya cahaya Matahari. Hilangnya pemanasan Matahari menyebabkan Bumi dilanda musim dingin panjang yang dikenal sebagai “musim dingin tumbukan” (impact winter). Inilah penyebab musnahnya hampir setengah makhluk hidup di Bumi, termasuk Dinosaurus.
Nuklir dan Komet
Ambisi manusia pun bisa menyebabkan kepunahan seperti pada peristiwa Yukatan itu itu. Belajar dari peristiwa di Semenanjung Yukatan tersebut (atau biasa disebut peristiwa K/T, batas masa Kretaseus dan Tertiari dalam sejarah geologi) para ilmuwan telah pula menaksir dampak perang nuklir. Energi ledakannya bila terjadi perang nuklir memang jauh lebih kecil daripada energi ledakan akibat asteroid atau komet menabrak bumi. Tetapi asap dan jelaga yang ditimbulkan dari kebakaran seratus kota dan hutan akan setara dengan dampak debu pada peristiwa K/T dalam menghambat cahaya Matahari. Bila itu terjadi, akan timbullah “musim dingin nuklir” (nuclear winter) yang mungkin memusnahkan sebagian besar kehidupan di Bumi.
Kini perang nuklir nampaknya mulai bisa diredam. Namun ada ancaman komet Swift-Tuttle yang diperhitungkan akan menabrak Bumi pada 2126. Walaupun itu masih lama, para astronom berusaha memantaunya pergerakannya. Perhitungan orbit yang lebih teliti diperlukan sebelum memastikan benar tidaknya komet Swift-Tuttle mengancam Bumi. Bila benar akan menabrak Bumi, mungkin manusia generasi mendatang mesti menyiapkan penangkal yang ampuh. Barangkali senjata nuklir akan digunakan untuk menghancurkan komet itu di angkasa luar sebelum menabrak Bumi. Manusia harus lebih arif memanfaatkan nuklir untuk mencegah nuclear winter dan sekaligus impact winter.
Semoga Allah selalu melindungi kita setiap saat.
Edit dari"http://eug3n14.wordpress.com/"
Ketika Pecahan Komet Menghantam Bumi Tunguska 30 Juni 1908
Diposting oleh
andreas
Kamis, 17 September 2009
Label: astronomi
0 komentar:
Posting Komentar