Aku adalah anak tunggal, orang tuaku adalah seperti warga desa pada umumnya. Ibuku hanyalah buruh tani, sedangkan bapakku adalah kuli penggilingan padi. Dari kecil ayahku bekerja keras untuk menghidupi satu anak yaitu aku dan ibuku. Sedangkan ibuku hanya bisa membantu ayahku dengan bekerja di sawah pada musim tandur/tanam padi. Itupun sawah orang lain yang mempekerjakan ibuku sebagai buruh pada musim tanam.
Dan bilamana pada musim panen tiba, ibuku berjalan berpuluh-puluh kilo untuk mencari sisa-sisa butir padi diantara setumpuk jerami. Semua hanya untuk bisa makan dan mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Panas teriknya matahari tidak dihiraukannya. Hujan dan keringat yang bercucuran tidak menggoyahkan semangatnya untuk mencari butir padi demi segenggam nyawa, yaitu aku. Darah yang diteteskan untuk luka di kakinya yang tergores akibat lancipnya tanah persawahan yang keras pun dianggapnya sebagai angin lalu. Semua dikorbankan untuk bertahan hidup di negeri Indonesia ini.
Semua dijalani selama hampir setengah abad, hingga saat ini, detik ini, setiap musim panen tiba ibuku mengambil sebuah kayu yang panjangnya setengah meter, satu sak kosong, kemudian bersama - sama ibu - ibu yang lain berjalan berpuluh-puluh meter untuk mencari sisa butir padi di antara tumpukan jerami. Hanya itu alat kerjanya, setengah meter kayu ringan dan satu sak kosong.
Sedangkan aku hanya bisa melamun tak tahu harus bagaimana, di usianya yang makin renta masih bersemangat untuk mencari bulir padi. Aku sendiri untuk mencukupi kebutuhan anak istriku sangat pas-pasan. Aku masih belum bisa membalas jasa-jasa ibu. Aku juga belum bisa membuat rumah kecil nan layak untuk mereka. Tapi aku akan terus berusaha hingga titik darah terakhir. Untuk berubah dari keadaanku saat ini menuju kesejahteraan yang kuharapkan. Dan juga untuk membalas budi ibuku. Sampai saat ini aku hanya bisa menghargainya, belum bisa membalasnya, apalagi menafkahinya.
Inilah kehidupan warga desa pada umumnya, mencari bulir padi pada musim panen, demi untuk makan keluarganya.
Negeri Indonesia. Negeri yang luas dan subur. Negeri yang punya sumber alam yang besar.
Negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, tetapi menyimpan banyak teka-teki, mengapa bisa negeri ini terpuruk dalam kondisi yang semakin memburuk. Mengapa semakin hari semakin banyak yang korupsi, dan makin hari banyak yang menyalah gunakan wewenang demi uang dan kepentingan pribadi. Semakin hari juga banyak bertambah warga miskin, bukan makin berkurang. Dan harga-harga juga semakin naik, bbm juga naik, bahkan krupuk dan tahu tempe makanan keseharian pun naik, sedangkan pendapatan makin sulit karena pabrik-pabrik banyak yang gulung tikar. Dan transportasi juga tak mau ketinggalan naik pula, rumah sakit.....orang miskin dilarang sakit? Biaya sekolah?
Siapa yang perduli bangsa ini kalau bukan kita sebagai warga negara. Merubah nasib suatu negeri adalah dari tiap-tiap lingkup diri sendiri. Mulailah dari diri kita sendiri.
SEGENGGAM NYAWA DIANTARA SETUMPUK JERAMI
Diposting oleh
andreas
Minggu, 15 Juni 2008
0 komentar:
Posting Komentar